2. PSAK Accrual Basis dan Going
concern Objektif dari laporan keuangan yaitu memberikan informasi mengenai
posisi, kinerja keuangan dan perubahan posisi keuangan suaru entitas yang
bermanfaat bagi segenap lapisan pengguna dalam melakukan pengambilan keputusan
ekonomi; seperti apakah seorang investor ingin menjual atau menahan suatu
investasi dalam suatu entitas, atau karyawan yang menilai kemampuan suatu
entitas untuk memberikan tunjangan kepadanya. Pengguna laporan keuangan
meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor
dagang lainnya, pelanggan, pemerintah dan agen-agen lain, serta masyarakat.
Oleh karena investor adalah penyedia modal yang berisiko, maka dapat dianggap
bahwa laporan keuangan yang memenuhi kebutuhannya juga akan memenuhi kebutuhan
pengguna lainnya. Asumsi yang Mendasarinya Dua asumsi yang mendasari penyusunan
dan penyajian laporan keuangan adalah “basis akrual (accrual basis) dan
kelangsungan hidup (going concern)”. Basis Akrual (Accrual Basis) Bilamana laporan
keuangan disusun atas dasar akuntansi berbasis akural, maka dampak transaksi
dan kejadian-kejadian lain yang diakui pada saat terjadi (bertentangan dengan
saat uang tunai atau ekuivalennya diterima atau dibayarkan), dan dicatat
didalam cataran akuntansi dan dilaporkan didalam laporan keuangan pada periode
yang berkaitan. Asumsi basis akrual juga ditunjukkan dalam IAS 1, Penyajian
Laporan Keuangan, yang menjelaskan kapan akuntansi berbasis akrual digunakan,
perkiraan diakui seperti aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban-beban
(elemen dari laporan keuangan) ketika perkiraan tersebut sesuai dengan definisi
dan memenuhi kriteria untuk elemen-elemen tersebut dalam Kerangka. Kelangsungan
Hidup (Going Concern) Bilamana laporan keuangan disusun atas suatu dasar
kelangsungan hidup (going concern), maka dianggap bahwa entitas akan
melanjutkan operasinya untuk masa mendatang. Dengankata lain, diasumsikan bahwa
entitas tidak bertujuan untuk dilikuidasikan atau secara materialmembatasi
skala operasinya, di masa mendatang, yang mana menurut IAS1 yaitu paling
tidaksuatu periode dua belas bulan dari akhir suatu periode akuntansi.
Bagaimanapun juga, bilamana ada keraguan yang signifikan dimasukkan pada
kemampuan entitas untuk dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan hidup dan dengan
demikian suatu asumsi yang semacam ini tidak layak, maka laporan keuangan perlu
disusun aras suatu dasar yang berbeda dan jika demikian, maka asumsi dasar yang
digunakan harus diungkapkan. Asumsi kelangsungan hidup juga dijelaskan didalam
lAS 1 yang mengharuskan manajemen melakukan suatu penilaian mengenai kemampuan
suatu entitas untuk diteruskan atau dilanjutkan sebagai suatu kelangsungan
hidup, ketika menyusun laporan keuangan. 3. Perbedaan dan Persamaan Laporan
Keungan PSAK dan IFRS a. Perbedaan PSAK dan IFRS Perbedaan IFRS PSAK 1. Sumber
IAS 1, Presentation of Financial Statements PSAK No.1 ( Revisi 1998),Penyajian
Laporan keuangan 2. Neraca Penyajian bukan aset lancar ataupun asset tidak
lancer, hanya bila penyajian likuiditas lebih relevan dan dapat diandalkan
untuk item tertentu Memerlukan penyajian aset lancer maupun asset tidak lancer
kecuali untuk industri tertentu seperti bank 3. Laporan Kinerja Keuangan:
Laporan laba rugi komprehensip Laporan laba rugi 4. Laporan Laba/Rugi: Tidak memiliki
format standar meskipun pengeluaran harus disajikan dengan memilih salah satu
dari dua format Sama seperti IFRS. Tetapi ,ada perbedaan rincian pada item yang
disajikan pada laporan pendapatan yang diterima di muka 5. laporan Arus
kas(format dan metode): Pos standar tetapi ketentuan terbatas pada isinya.
Menggunakan metode langsung atau metode tidak langsung Sama dengan IFRS tetapi
dalam beberapa entitas harus menggunakan
metode langsung 6. Pos Luar biasa: Didalam IFRS dilarang Item pos luar biasa masih
harus dilaporkan 7. Penyajian Keuntungan dan Kerugian yang diakui /Pendapatan Komprehensif lainnya:
Menyajikan laporan keuangan yang mengakui keuntungan dan kerugian dalam catatan
terpisah ataupun tidak pada laporan perubahan ekuitas pemegang saham Diakui
adanya keuntungan dan kerugian yang disajikan dalam laporan perubahan ekuitas
pemegang saham 8. Hasil Presentasi Perusahaan Asosiasi: Menggunakan metode
ekuitas yang menunjukkan hasil saham sesudah pajak Secara khusus tidak
memerlukan penunjukkan hasil saham sesudah pajak 9. Pengungkapan Signifikan
Tentang Asosiasi: Memberikan informasi yang rinci atau signifikan atas aktiva ,
kewajiban ,pendapatan dan hasil Pengungkapan yang kurang dibandingkan dengan
IFRS .Informasi yang signifikan aktiva , kewajiban ,pendapatan , dan hasil yang
tidak diperlukan 10. Tanggung Jawab Laporan Keuangan: Tidak diatur Manajemen
11. Komponen Laporan Keuangan: Laporan Posisi keuangan, Laporan laba-rugi Neraca, Laporan laba-rugi,Laporan arus kas,
Laporan Persamaan PSAK dan IFRS 1. Item luar biasa: Tidak menggunakan
istilah tetapi membutuhkan pengungkapan
yang terpisah untuk menjelaskan kinerja dari suatu entitas. 2. Laporan
Perubahan Ekuitas: Pernyataan yang menunjukkan transaksi modal pemilik,
pendapatan dan pengeluaran. Penyajian tersebut berupa penyajian primer. 3.
Laporan Arus Kas. Definisi kas
dan setara kas: Kas dan setara kas
dengan jatuh tempo jangka pendek. 4.
Perubahan kebijakan akuntansi: Penyajian kembali yang komparatif dan laba
ditahan sebelum tahun pembukuan. 5. Koreksi kesalahan: Penyajian yang
komperatif 6. Perkiraan perubahan akuntansi: Dilaporkan sebagai laporan
pendapatan pada arus periode. 7. Laporan
keuangan konsolidasi Tujuan khusus entitas: Dimana substansi konsolidasi
menunjukkan hubungan pengendalian. 8.Tujuan standar:Agar laporan keuangan dapat
di perbandingkan baik dengan laporan keuangan perusahaan periode sebelumnya
maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain. 9. Penerapan Dapat diterapkan
di perusahaan laba dan non laba, namun butuh penyesuaian untuk perusahaan non
laba. 4. PSAK 24 mengenai Imbal Kerja Secara umum PSAK 24 adalah mengatur
pernyataan akuntansi tentang imbalan kerja di perusahaan. Latar belakang
Penerapan PSAK 24 tentang Imbalan Kerja adalah: Undang-Undang Ketenagakerjaan
(UUK) Nomor 13 Tahun 2003 mengatur secara umum mengenai tatacara pemberian
imbalan-imbalan di perusahaan, mulai dari imbalan istirahat panjang sampai
dengan imbalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Imbalan-imbalan di UUK tersebut
dapat diatur lebih lanjut di Peraturan Perusaaan (PP) atau di Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) antara Perusahaan dan Serikat Pekerja dan tentu saja merujuk
kepada ketentuan di UUK. Dengan berlakunya UUK ini mengakibatkan perusahaan
akan dibebani dengan jumlah pembayaran pesangon yang tinggi terutama untuk
perusahaan yang memiliki jumlah karyawan ribuan orang. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi kemungkinan terganggunya cash flow perusahaan akibat dari
ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK No. 24 mengharuskan perusahaan
untuk membukukan pencadangan atas kewajiban pembayaran pesangon/imbalan kerja
dalam laporan keuangannya. Pernyataan ini mengharuskan pemberi kerja (entitas)
untuk mengakui: a. Liabilitas, jika
pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalah kerja yang akan
dibayarkan di masa depan; dan b.
Beban, jika entitas menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa
yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja. Apa yang dimaksud
Imbalan Kerja? Imbalan kerja (employee benefits) adalah seluruh bentuk imbalan
yang diberikan suatu entitas dalam pertukaran atas jasa yang diberikan oleh
pekerja atau untuk pemutusan kontrak kerja. Jika dilihat dari jenis imbalan
kerja yang termasuk kedalam definisi imbalan kerja di PSAK-24 adalah sebagai
berikut: Imbalan Kerja Jangka Pendek: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya
kurang dari 12 bulan. Contoh dari Imbalan Kerja Jangka Pendek ini adalah; Gaji,
iuran Jaminan Sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang
dalam waktu 12 bulan pada periode akhir pelaporan), dan imbalan yang tidak
berbentuk uang (imbalan kesehatan, rumah, mobil, barang dan jasa yang diberikan
secara cuma-cuma atau memalui subsidi). Imbalan Pasca Kerja: Yaitu imbalan
kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja.
Contoh dari Imbalan Pasca Kerja ini adalah : Imbalan Pensiun, Imbalan asuransi
jiwa pasca kerja, imbalan kesehatan pasca kerja. Jika dikaitkan dengan
penjelasan diawal tulisan ini, imbalan pasca kerja yang tercantum di
perundangan ketenagakerjaan adalah; Imbalan Pensiun, Meninggal Dunia,
Disability/cacat/medical unfit dan mengundurkan diri. Imbalan Kerja Jangka
Panjang: Yaitu imbalan kerja yang jatuh temponya lebih dari 12 bulan. Contoh
dari Imbalan Jangka Panjang ini adalah: Cuti besar/cuti panjang, penghargaan
masa kerja (jubilee) berupa sejumlah uang atau berupa pin/cincin terbuat dari
emas dan lain-lain. Imbalan Pemutusan Kontrak Kerja (PKK): Yaitu imbalan kerja
yang diberikan karena perusahan berkomitmen untuk: (1) Memberhentikan seorang
atau lebih pekerja sebelum mencapai usia pensiun normal, atau (2) Menawarkan
pesangon PHK untuk pekerja yang menerima penawaran pengunduran diri secara
sukarela (golden shake hand). Imbalan ini dimasukan kedalam pernyataan PSAK-24,
jika dan hanya jika perusahaan sudah memiliki rencana secara jelas dan detail
untuk melakukan PKK dan kecil kemungkinan untuk membatalkannya. Salah satu
ketentuan di UUK adalah mengenai imbalan pasca kerja, yaitu imbalan yang harus
diberikan perusahaan kepada karyawan ketika karyawan sudah berhenti bekerja
(pasca kerja=setelah kerja). Imbalan-imbalan Pasca Kerja tersebut secara
akuntansi harus di cadangkan dari saat ini, karena imbalan-imbalan pasca kerja
tersebut termasuk ke dalam salah satu konsep akutansi yaitu accrual basis. Ada
4 (empat) imbalan pasca kerja yang dihitung untuk di cadangkan dalam PSAK-24,
yaitu: Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Pensiun; Imbalan Pasca Kerja Karena
Karyawan Sakit Berkepanjangan/Cacat; Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan
Meninggal Dunia; Imbalan Pasca Kerja Karena Karyawan Mengundurkan Diri. Keempat
imbalan kerja di atas harus dihitung oleh perusahaan, karena ke-empat imbalan
kerja tersebut termasuk dalam prinsip akutansi imbalan kerja yaitu on going concern
(berkelanjutan). Alasan kenapa perusahaan harus menerapkan PSAK-24 adalah:
Adanya prinsip akutansi accrual basis. Penerapan PSAK-24 pada perusahaan adalah
sesuai prinsip akutansi accrual basis, yaitu perusahaan harus mempersiapkan
(mencadangkan/mengakui) utang (liability), untuk imbalan yang akan jatuh tempo
nanti. Tidak ada kewajiban yang tersembunyi. Artinya jika didalam laporan
keuangan tidak ada account untuk imbalan pasca kerja (melalui PSAK 24), maka
secara tidak langsung perusahaan sebenarnya “menyembunyikan” kewajiban untuk
imbalan pasca kerja. Berkaitan dengan arus kas, jika ada karyawan yang keluar
karena pensiun dan perusahaan memberikan manfaat pesangon pensiun kepada
karyawan tersebut, maka pada periode berjalan perusahaan harus mengeluarkan
sejumlah uang yang mengurangi laba perusahaan. Jika dari awal perusahaan sudah
mencadangkan imbalan pensiun ini (imbalan pasca kerja), maka imbalan pensiun
yang dibayarkan tersebut tidak akan secara langsung mengurangi laba, akan
tetapi akan mengurangi pencadangan/accrual/kewajiban atas imbalan pasca kerja
yang telah di catatkan perusahaan di laporan keuangan.